Minggu, 04 Januari 2015

Presentasi Studi Kasus Kebutuhan Dasar Manusia

Nama: Rizky Ardiansyah M. K /41614010052
            Adrina Wita H. /41614010020

    Dimasa sekarang ini makanan fast food lebih populer dari pada makanan rumahan. Disamping cepat saji, fast food juga memiliki tampilan yang lebih menarik dari pada makanan rumahan. Padahal fast food merupakan sumber makanan yang berbahaya bagi tubuh kita, karena mengandung racun yang terkadang tidak kita sadari keberadaanya.

Kerusakan produk makanan kaleng dapat dikelompokan menjadi:
1. Flat Sour
    Permukaan kaleng tetap datar tapi produknya sudah bau asam yang menusuk. Ini disebabkan aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi.

2. Flipper
    Permukaan kaleng kelihatan datar, namun bila salah satu ujung kaleng ditekan, ujung lainnya akan cembung.

3. Springer
    Salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen, sedang ujung yang lain sudah cembung. Jika ditekan akan cembung ke arah berlawanan.

4. Soft Swell
    Kedua ujung kaleng sudah cembung, namun belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke dalam.

5. Hard Swell
    Kedua ujung permukaan kaleng cembung dan begitu keras sehingga tidak bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari.



Sejarah Pengalengan Makanan
    Sejarah pengalengan dimulai ketika di abad ke-18, kaisar Perancis saat itu, Napoleon Bonaparte sedang memikirkan cara untuk menyediakan makanan yang bernutrisi cukup bagi pasukannya. Sebabnya adalah medan tempur pasukannya yang luas menyebabkan sejumlah makanan segar menjadi rusak selama dalam perjalanan logistik sehingga banyak dari mereka yang meninggal akibat kelaparan maupun defisiensi zat-zat gizi tertentu. Napoleon lalu membuat sayembara untuk menemukan metode paling praktis dalam menyediakan makanan yang segar dan sehat bagi para tentara dan pelaut Perancis.
    Kemudian, tonggak dari perkembangan metode pengalengan modern adalah pemakaian logam sebagai bahan dari wadah penyimpanan makanan yang diawetkan. Pengalengan pertama memakai logam pertama kali dilakukan pada tahun 1819 oleh Ezra Dagget, di New York untuk menyimpan ikan. Tahun berikutnya, pengalengan dilakukan pada produk-produk pertanian seperti buah-buahan. Sejak itu, metode pengalengan dengan wadah logam menjadi salah satu metode pengawetan modern terpopuler yang digunakan oleh manusia.


Mekanisme Pengalengan Makanan
1. Penanganan bahan makanan
2. Penanganan kaleng kosong
3. Penanganan selama penutupan kaleng
4. Penanganan selama masa termal
5. Penanganan selama masa pendinginan
6. Penanganan kaleng setelah pendinginan

Dampak Pengalengan Makanan
1. Interaksi antara bahan dasar kaleng dengan makanan. Kerusakan makanan kaleng akibat interaksi antara logam pembuat kaleng dengan makanan

2. Kehilangan zat gizi

3. Kerusakan biologis Botulisme (Kontaminasi oleh spora Clostridum Botulinium)

Identifikasi Botulisme
    Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri.Organisme penyebabnya ialah Clostridium botulinum, yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi karena memakan toksin botulinum yang terdapat pada makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna.

Penyebab
    Bakteri Clostridium botulinum memiliki bentuk spora. Spora ini dapat bertahan dalam keadaan dorman (tidur) selama beberapa tahun dan tahan tehadap kerusakan.Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak ada oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin.Beberapa toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum memiliki kadar protein yang tinggi, yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan.Sayuran, ikan, buah dan rempah-rempah juga merupakan sumber penyakit ini.Demikian juga halnya dengan daging, produki susu, daging babi dan unggas.

Pengobatan
    Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit. Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.
Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:
- Perangsangan muntah
- Pengosongan lambung melalui lavase lambung

- Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.
Selesai. Terima Kasih
Sumber:



p
P


SS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar